Jumat, 24 Mei 2013

PERIKANAN KABUPATEN NIAS

PERIKANAN KABUPATEN NIAS KABUPATEN NIAS

Kabupaten Nias adalah salah satu daerah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan (Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias) yang disebut Pulau Nias, mempunyai jarak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten Nias adalah sebesar 3.495,40 km2 (4,88 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikeliling oleh Samudera Hindia.Sedangkan Kabupaten Nias Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias berdasarkan UU No. 45 Tahun 2008, yang terletak di sebelah utara Kabupaten Nias. Nias merupakan pulau, terbesar di antara pulau-pulau tersebut. Secara geografis Kabupaten Nias berada pada 0º12’-1º32’ Lintang Utara dan 97º-98º Bujur Timur (BT) di wilayah Pantai Barat Sumatera dengan ketinggian 0 - 800 m di atas permukaan lautLS.Secara administrasi Kabupaten Nias Barat mempunyai batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Samudera Indonesia;
Sebelah Timur : Samudera Indonesia dan Kota Gunungsitoli;
Sebelah Selatan : Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias;
Sebelah Barat : Samudera Indonesia.

Kependudukan Wilayah Kabupaten Nias Utara
Secara administratif Nias termasuk ke dalam wilayah Propinsi Sumatera Utara. Sebelumnya Pulau Nias merupakan satu kabupaten, kemudian mengalami pemekaran pada tahun 2003, menjadi dua kabupaten yaitu: Nias Utara dengan ibukota Gunung Sitoli dan Nias Selatan dengan ibukota Teluk Dalam. Kabupaten Nias terdiri dari 32 kecamatan, 4 kelurahan dan 439 desa. Jumlah penduduk Kabupaten Nias Utara pasca gempa dan tsunami berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 mencapai 441.733 jiwa, meliputi 81.242 Kepala Keluarga (KK), dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata sebesar 126 jiwa/km². Berdasarkan data tahun 2006, laju pertambahan penduduk mencapai 1,36 %/tahun. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Gunung Sitoli yang mencapai 466 jiwa/km² dan terendah di Kecamatan Lahewa Timur 43 jiwa/km².

Sumberdaya Alam
Wilayah Kabupaten Nias Utara memiliki potensi yang sangat besar bagipengembangan pertanian, antara lain padi sawah, padi ladang/padi gogo, jagung,kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, cabe dan sayuran. Pada umumnyapenduduk Kabupaten Nias Utara hidup dari sektor pertanian, hal ini didukung oleh faktor fisiografis alam dan lingkungan, namun dalam pengelolaannya masih sangat terbatas. Berdasarkan data tahun 2010 jenis pertanian tanaman pangan yang memiliki luasan terbesar adalah padi sawah dengan luasan 6.200 ha, kemudian ubi jalar dengan luasan 1.000 ha. Sedangkan jenias tanaman yang memiliki luasan terkecil adalah kacang hijau, cabe dan sayuran yang masing-masing memiliki luasan 100 ha. Selain sektor pertanian tanaman pangan, maka sektor potensial lainnya diKabupaten Nias Utara yang belum dikembangkan adalah peternakan. Sektor peternakan di Kabupaten Nias Utara terdiri dari : ternak besar (sapi dan kerbau), ternak kecil (babi dan kambing) dan ternak unggas (ayam buras dan itik). Berdasarkan data tahun 2010, untuk ternak besar yang memiliki jumlah terbanyak adalah ternak sapi sebanyak 1.411 ekor, untuk ternak kecil adalah ternak babi sebanyak 22.445 ekor, sedangkan untuk ternak unggas adalah ayam buras sebanyak 353.115 ekor.
Sumberdaya alam dari sector perikanan berdasarkan data, di Kabupaten Nias Utara ada dua produksi perikanan yaitu ikan laut dan ikan air tawar. Untuk persentase saat ini produksi ikan laut mencapai 99.94% dan ikan air tawar mencapai 0.06%. Kecamatan yang memiliki potensi untuk perikanan laut adalah Kecamatan Lotu, Sawö, Tuhemberua, Alasa, Afulu, Lahewa dan Lahewa Timur. Sedangkan kecamatan yang menghasilkan produksi perikanan laut yang tertinggi adalah Kecamatan Lahewa sebesar 1.783 ton dan yang paling rendah adalah Kecamatan Alasa sebesar 143 ton. Untuk perikanan air tawar hanya terdapat pada Kecamatan Tuhemberua dan Alasa, masingmasing memiliki hasil produksi sebesar 1,1 ton.

PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN NIAS

Sumber daya alam pesisir dan laut Kabupaten Nias terdiri atas sumber daya dapat terbarukan (renewable resources), sumber daya tidak dapat terbarukan (non renewable resources) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Sumber daya dapat pulih terdiri dari berbagai jenis ikan, udang, rumput laut, termasuk kegiatan budidaya pantai dan budidaya laut (mariculture). Sumber daya tidak dapat pulih meliputi mineral, bahan tambang atau galian, minyak bumi dan gas. Sedangkan yang termasuk jasa-jasa lingkungan adalah pariwisata dan perhubungan laut, termasuk benda-benda berharga di dalamnya. Produksi ikan Kabupaten Nias Utara pada tahun 2005 tercatat 5.070,34 ton yang terdiri dari 99,63 persen ikan laut dan produksi ikan air tawar (ikan sungai, ikan rawa, dan ikan kolam) sebesar 18,95 persen. Sedangkan produksi ikan Kabupaten Nias Selatan pada tahun 2004 tercatat 17.336 ton yang terdiri dari 99,79 % ikan laut dan produksi ikan air tawar (ikan sungai, ikan rawa, dan ikan kolam) sebesar 0,2 persen. Kerusakan sarana penangkapan ikan seperti perahu, alat dan tempat penangkapan ikan, serta tambak menyebabkan penurunan hasil penangkapan ikan oleh masyarakat setempat. Kondisi ini menyebabkan penurunan penghasilan para nelayan sekitar kawasan yang terkena bencana.
Jenis-jenis ikan laut yang banyak didaratkan meliputi ikan pelagis kecil seperti kembung (Rastrelliger sp) japuh (Dussumeria acuta), tembang (Sadinellla fibriata), tenggiri (Scomberomorus commersonili), teri (Stolephorous sp) dan alu-alu (sphyraena sp). Selain ikan pelagis juga terdapat ikan demersal seperti kakap (lates calcarifer), ekor kuning (Caesino erythrogsater) serta ikan kerapu (Epinephalus tauvina).
Selain ikan, terdapat ekosistem terumbu karang yang dikategorikan terumbu karang tepi (friging reef). Terumbu karang ini tersebar mulai tepi bibir pulau hingga kedalaman 15- 20 meter. Di bagian utara Kabupaten Nias penyebaran terumbu karang terdapat di daerah Tanjung Sigine-Gini, Gosong Uma, Tanjung Lingga, Tanjung Toyolawa, dan Tajung Sosilutte. Sedangkan vegetasi pantai ditumbuhi dengan mangrove, padang lamun dan kelapa. Selain itu juga terdapat terumbu karang yang tersebar di sebagian besar pulau di Kabupaten Nias. Menurut coral reef investigation, training and information center (CRITIC 2004), Kabupaten Nias memiliki terumbu karang dengan luas 3.961 hektar yang sebagian besar berada di kecamatan Lahewa dengan luas 1.250 hektar.
Di perairan Nias, nelayan masih menggunakan alat-alat yang destruktif terhadap lingkungan, potensi yang besar yang terdapat di daerah nias tidak bisa dioptimalkan karena cara pengelolaannya yang salah. Nelayan pulau nias masih menggunakan bom dan juga racun sianida. Keruakan yang lebih prah juga dikarenaan 2 jenis aat tangkap yang umum kita kenal, yaitu alat tangkap bubu karang dan pukat harimau. Penggunaan terumbu karang sebagai penutup bubu merupakan tindakan yang sangat merusak, terlebih lagi pukat harimau yang digunakan dengan seenaknya sendiri di laut Nias semakin memperparah keadaan.
 Berikut saya tampilkan berita yang termuat di http://www.dnaberita.com.
MEDAN | DNA - Akibat maraknya penangkapan ikan dengan cara melakukan pengeboman di dasar laut, gempa dan tsunami, serta adanya perubahan iklim yang juga berpengaruh pada tingkat keasaman air laut, membuat kondisi terumbu karang di Sumatera Utara terancam.
Dari data yang didapat pada Dinas Kelautan Dan Perikanan Sumut, kerusakan terumbu karang terparah terjadi pada perairan Sibolga dan Nias Selatan.
"Sumatera Utara memiliki total 140.000 hektar gugusan terumbu karang di wilayah Pantai Timur dan Pantai Barat. Dalam beberapa tahun terakhir, maraknya pengeboman ikan dan pembiusan di sekitar perairan Sibolga dan Nias Selatan telah menyebabkan gugusan terumbu karang rusak parah.  Di dua perairan inilah tercatat kerusakan terumbu karang yang terbesar volumenya," ujar Kepala Seksi Pembenihan dan Budidaya Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut, Erna Dewi.
Selain itu, total kerusakan terumbu karang di perairan Sumatera Utara mencapai 35 persen luas terumbu karang yang ada. Jadi, hampir 50.000 hektar terumbu karang di perairan Sumatera Utara, terutama di Pantai Barat telah hancur dan membutuhkan konservasi berkelanjutan. 
Sementara itu, data dari Yayasan Pekat Indonesia yang pernah mengadakan penelitian tentang tingkat kerusakan terumbu karang di perairan Pantai Barat Sumut menunjukkan, terumbu karang yang utuh tinggal 40 persen saja. Maka dari itu, untuk menanggulangi kerusakan terumbu karang, Departemen Perikanan dan Kelautan memang membantu program konservasi terumbu karang melaui program coral reef mapping (Coremap) atau pemetaan terumbu karang.
"Coremap atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang, adalah program jangka panjang yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia, yang pada gilirannya akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir," ujarnya.
Ditambahkannya, program Coremap sendiri memiliki 3 tahap dengan tujuannya masing-masing. Coremap tahap I, atau tahap Inisiasi (1998 - 2004), bertujuan untuk mengembangkan landasan kerangka kerja untuk pengelolaan terumbu karang di daerah-daerah prioritas.
Coremap tahap II, tujuannya Desentralisasi dan Akselerasi (2004-2009) adalah untuk mengembangkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di Kabupaten peserta, yang dikordinasikan secara nasional tetapi terdesentralisasi dalam implementasinya, untuk memberdayakan dan mendukung masyarakat dalam pengelolaan secara berkelanjutan terumbu karang dan ekosistem terkait, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di Indonesia.
Namun untuk Coremap tahap III, hal ini belum terealisasi. Sebab pemerintah pusat belum memberikan dana tersebut lantaran belum siapnya Pemkab masing-masing daerah untuk menjalankan program tersebut. "Maka dari itu diharapkan dengan adanya program Coremap ini, kondisi terumbu karang Sumut akan membaik.
Bukan hanya nelayan bakal kehilangan mata pencaharian, tetapi keseimbangan ekologis juga terganggu. Erosi di daratan dengan mudah terjadi karena kerusakan terumbu karang ini. Kalau tidak ada terumbu karang, tidak ada lagi penahan alami untuk gelombang,"katanya.(DNA|mdn|rel|ams)


Perlu peran aktif dari semua pihak untuk menghentikan kerusakan ini. Nelayan harus diberi penyuluhan tentang bahaya yang mereka perbuat dengan melakukan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

-----------------------------------xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx------------------------------------