Kamis, 06 Juni 2013

Permasalahan Sektor Perikanan di Provinsi Sumatera Utara



a.  kerusakan lingkungan
Wlayah Pesisir Timur Sumatera Utara terdiri dari 436 desa pesisir yang tersebar di 35 kecamatan dan 7 kabupaten/kota. Sebagian besar masyarakat desa pesisir menggantungkan hidupnya secara langsung di wilayah pesisir. Secara umum dapat dilihat bahwa taraf hidup mereka (khususnya nelayan) masih banyak yang hidup pra sejahtera (miskin). Eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya pesisir dan laut dalam rangka pembangunan ekonomi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang cukup parah. Dampak negatif dari eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dan tidak terarah telah dapat dirasakan langsung oleh masyarakat desa pesisir.
Proses tergerusnya garis pantai (erosi/abrasi) dan bertambah dangkalnya perairan pantai (sedimentasi/pengendapan) pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami, tetapi kejadian tersebut diperparah dengan ulah manusia yang telah membabat tanaman pelindung pantai (mangrove), baik  untuk tujuan pemanfaatan nilai ekonomis kayu bakau maupun untuk konversi lahan menjadi tambak atau lokasi bangunan liar. Beberapa bagian pesisir timur Sumatera Utara terdapat garis pantai yang bertambah maju terutama di daerah yang sedimentasinya cukup tinggi. Kerusakan mangrove di pesisir timur mempunyai dampak negatif lebih jauh yang dirasakan langsung oleh masyarakat
pesisir sendiri antara lain:
·      berkurangnya hasil tangkapan ikan dan udang
·      semakin sulitnya mendapatkan kepiting bakau (scylla serrata) baik ukuran konsumsi maupun ukuran untuk benih
·      terjadi intrusi air laut ke daerah pemukiman penduduk dan areal pertanian
Selain karena kerusakan mangrove, pencemaran juga telah banyak memberi andil  pada kerusakan lingkungan pesisir, baik limbah cair maupun limbah padat yang  bersumber dari industri dan rumah tangga.
b.  masalah sumberdaya manusia
Sumberdaya manusia merupakan hal pokok yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Masalah sumberdaya manusia menyangkut aspek potensi kependudukan,  pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan rendahnya daya serap terhadap IPTEK sehingga sering menjadi kendala bagi peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan yang rendah juga menyebabkan sulitnya proses peningkatan kesadaran lingkungan dalam masyarakat. Kegiatan mengelola sumberdaya pesisir membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai bidangnya, mulai dari tingkat ahli madya sampai sarjana, karena pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut membutuhkan teknologi sederhana sampai teknologi yang tinggi. Perguruan Tinggi yang bergerak di bidang Kelautan dan Perikanan di Sumatera Utara memang agakterlambat berdirinya, karena setelah terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan baru muncul perguruan tinggi yang berbau kelautan dan perikanan di beberapa kabupaten/kota.
c. masalah kelembagaan
Sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Propinsi Sumatera Utara telah terdapat bentuk-bentuk hukum dan peraturan yang mendukung yaitu dalam bentuk Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Di wilayah pesisir juga terdapat kelembagaan yang mengelola sumberdaya pesisir dan lautan (diluar lembaga pemerintahan) yaitu: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Profesi (HNSI, MPN, Asosiasi Nelayan, Kelompok Nelayan, Kelompok Pembudidaya), Koperasi, Tangkahan (TPI Swasta), dan sebagainya.
Beberapa kelemahan dalam kelembagaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan  laut antara lain:
Pembangunan wilayah pesisir belum menjadi  prioritas bagi lembaga pemerintahan dan LSM sehingga pembangunan wilayah pesisir masih tertinggal dibanding wilayah lain.
·      Kurangnya koordinasi dari instansi terkait dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut .
·      Masih lemahnya pemahaman tentang hukum lingkungan, baik di tingkat aparatur  maupun masyarakat.
·      Pengusulan program pengelolaan pesisir masih ego-sektoral.
·      Koordinasi dan pengawasan dalam penerbitan kegiatan perikanan belum berjalan dengan baik.
·      Mekanisme perencanaan belum dilaksanakan secara bottom-up.
·      Sistem pembinaan profesi masyarakat pesisir belum tepat.
·      Data yang ditampilkan oleh instansi terkait sehubungan dengan sumberdaya pesisir belum akurat.

Profil Provinsi Sumatera Utara


a. topografi dan geografi

Provinsi Sumatera Utara, terletak antara 1° - 4° LU dan 98° - 100° BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut.
Sebelah utara : Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Sebelah timur : Selat Malaka
Sebelah selatan : Propinsi Riau dan Propinsi Sumatera Barat
Sebelah barat : Samudera Indonesia.
Wilayah Provinsi Sumatera Utara memiliki areal seluas 71.680 km2 dengan tata guna lahan sebagai berikut.
Tabel . Tata guna lahan di Provinsi Sumatera Utara
No
Penggunaan lahan
Luas (km2)
Persentasi (%)
1.
Areal hutan
26.737
37,3
2.
Areal semak belukar
10.107
14,1
3.
Areal padang rumput
6.308
8,8
4.
Ladang
3.942
5,5
5.
Dataran tinggi
5.233
7,3
6.
Sawah
4.659
6,5
7.
Perkebunan
11.684
16,5
8.
Perairan darat
1.362
1,9
9.
Pemukiman
1.479
1,7
10.
Areal tandus
143
0,2

Provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah daratan dengan topografi beragam, yaitu dataran rendah, bergelombang, berbukit, pegunungan, serta wilayah kepulauan, yang berada pada ketinggian antara 0,2 – 150 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memi liki perairan umum yang berupa danau dan sungai. Iklim daerah Sumatera Utara termasuk tropis basah, dengan curah hujan yang beragam antara 1.430 – 5.050 mm setiap tahun. Suhu udara beragam antara 12,2°C – 33°C. Wilayah Sumatera Utara mempunyai beberapa kawasan yang rawan terhadap bencana letusan gunung api, gerakan tanah, dan erosi.
Provinsi Sumatera Utara terdiri atas beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Asahan, Nias, Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara, Tapanu li Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang , Langkat, Batubara, Serdang Bedagai, Dairi, Mandailing Natal dan beberapa kabupaten lainnya.
Lahan di Propinsi Sumatera Utara sebagian besar telah diman faatkan untuk kegiatan pertanian, dan industri. Selain itu, sumber daya alam lainnya yang dimiliki adalah perikanan laut, perairan umum, dan kehutanan yang potensial untuk dikembangkan.
b. demografi
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah pen duduk Provinsi Sumatera Utara mencapai 12.985.075 orang, yang terdiri atas 6.479.051 laki-laki dan 6.506.024 perempuan. Dari hasil SP2010 terse but terlihat bahwa penyebaran penduduk Sumatera Utara menurut ka bupaten/kota rata-rata dibawah 5 persen, dan hanya lima kabupaten/kota yang persebarannya diatas 5 persen.
Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat adalah tiga kabupaten/kota dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah 2.109.339 orang (16,24 persen), 1.789.243 orang (13,78 persen), dan 966.133 orang (7,44 persen). Sedang kan Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah pen duduk paling sedikit yang berjumlah 40.481 orang (0,31 persen)
Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara sekitar 71.680,68 km2yang didiami oleh 12.985.075 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 181 orang per km2. Kabupaten/kota yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Medan yakni sebanyak 7.957 orang per km2, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Pakpak Barat yakni sebanyak 33 orang per km2.

c. potensi perikanan di Provinsi Sumatera Utara 

 
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu kekuatan perikanan di Indonesia yang tidak boleh diremehkan. Hal itu tidak lepas dari letak geografisnya yang diapit oleh lautan yaitu pantai timur (Selat Malaka) dan pantai barat (Samudera Hindia). Sektor perikanan di Provinsi Sumatera Utara menyerap tenaga kerja 132.378 orang dibidang penangkapan dan 13.500 orang dibidang budidaya. Umumnya usaha dibidang perikanan berlokasi di Belawan, Tanjung Balai, Sibolga dan kawasan perairan Danau Toba. Usaha perikanan di Provinsi Sumatera Utara meliputi perikanan laut dan perikanan barat. Usaha perikanan laut tersebar di daerah Kabupaten Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, daerah kota Labuhan Batu, Asahan, Deli Serdang, Tanjung Balai dan Medan.
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang berpotensi dalam menghasilkan ikan di Indonesia, baik melalui perikanan tangkap di perairan laut maupun perikanan tangkap di perairan umum (sunagi, waduk, rawa dan danau), hal ini didukung oleh data yang tersaji pada tabel berikut.
Tabel . Produksi tahunan perikanan tangkap menurut kabupaten/kota
No
Kabupaten/kota
Jumlah penangkapan di laut (ton)
Jumlah penangkapan di perairan umum (ton)
Sungai
Danau
Rawa
Waduk
1.
Nias
6.422,9
5,3
-
18,2
-
2.
Nias Selatan
12. 585,5
3,1
-
5,1
-
3.
Tapanuli Tengah
29.951,5
794
-
-
-
4.
Sibolga
33.941,6
194,4
-
-
-
5.
Tapanuli Selatan
708
1.819,1
2.891,4
1.838,5
70,3
6.
Mandailing Natal
15.724,9
307
-
240,4
6,8
7.
Tapanuli Utara
-
35,9
77,4
48,5
-
8.
Toba Samosir
-
30,7
642,4
47,2
30,7
9.
Simalungun
-
61,8
180,5
4,3
7,8
10.
Dairi
-
98,1
231,8
-
33,8
11.
Pakpak Barat
-
19,5
-
6,5
3,2
12.
Karo
-
453,2
501,4
3,6
11,4
13.
Langkat
21.322,7
382,7
-
372,3
-
14.
Deli Serdang
17.767,8
447,9
-
-
-
15.
Serdang Bedagai
24.495,9
42,3
-
76,6
48,6
16.
Medan
70.160,4
7
-
8,4
19
17.
Asahan
58.259
542,0
-
349,4
-
18.
Tanjung Balai
32.280,7
44,3
-
-
-
19.
Labuhan Batu
24.601,3
200,4
-
187,5
-

Total
348.222,1
5.488,7
4.524,9
3.206,5
231,6