a.
kerusakan lingkungan
Wlayah Pesisir Timur Sumatera Utara terdiri dari 436 desa
pesisir yang tersebar di 35 kecamatan dan 7 kabupaten/kota. Sebagian besar
masyarakat desa pesisir menggantungkan hidupnya secara langsung di wilayah
pesisir. Secara umum dapat dilihat bahwa taraf hidup mereka (khususnya nelayan)
masih banyak yang hidup pra sejahtera (miskin). Eksploitasi secara
besar-besaran terhadap sumberdaya pesisir dan laut dalam rangka pembangunan
ekonomi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang cukup parah. Dampak
negatif dari eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dan tidak terarah
telah dapat dirasakan langsung oleh masyarakat desa pesisir.
Proses tergerusnya garis pantai (erosi/abrasi) dan bertambah
dangkalnya perairan pantai (sedimentasi/pengendapan) pada dasarnya merupakan
proses yang terjadi secara alami, tetapi kejadian tersebut diperparah dengan
ulah manusia yang telah membabat tanaman pelindung pantai (mangrove), baik untuk tujuan pemanfaatan nilai ekonomis kayu
bakau maupun untuk konversi lahan menjadi tambak atau lokasi bangunan liar. Beberapa
bagian pesisir timur Sumatera Utara terdapat garis pantai yang bertambah maju
terutama di daerah yang sedimentasinya cukup tinggi. Kerusakan mangrove di
pesisir timur mempunyai dampak negatif lebih jauh yang dirasakan langsung oleh
masyarakat
pesisir
sendiri antara lain:
· berkurangnya hasil tangkapan ikan
dan udang
· semakin sulitnya mendapatkan
kepiting bakau (scylla serrata) baik ukuran konsumsi maupun ukuran untuk benih
· terjadi intrusi air laut ke daerah
pemukiman penduduk dan areal pertanian
Selain
karena kerusakan mangrove, pencemaran juga telah banyak memberi andil pada kerusakan lingkungan pesisir, baik limbah
cair maupun limbah padat yang bersumber
dari industri dan rumah tangga.
b.
masalah sumberdaya manusia
Sumberdaya manusia merupakan hal pokok yang perlu
diperhatikan dalam proses pembangunan. Masalah sumberdaya manusia menyangkut
aspek potensi kependudukan, pendidikan,
kesehatan dan ketenagakerjaan. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan
rendahnya daya serap terhadap IPTEK sehingga sering menjadi kendala bagi
peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan yang rendah juga
menyebabkan sulitnya proses peningkatan kesadaran lingkungan dalam masyarakat. Kegiatan
mengelola sumberdaya pesisir membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas
sesuai bidangnya, mulai dari tingkat ahli madya sampai sarjana, karena
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut membutuhkan teknologi sederhana sampai
teknologi yang tinggi. Perguruan Tinggi yang bergerak di bidang Kelautan dan
Perikanan di Sumatera Utara memang agakterlambat berdirinya, karena setelah
terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan baru muncul perguruan tinggi
yang berbau kelautan dan perikanan di beberapa kabupaten/kota.
c. masalah kelembagaan
Sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di
Propinsi Sumatera Utara telah terdapat bentuk-bentuk hukum dan peraturan yang
mendukung yaitu dalam bentuk Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Di wilayah pesisir juga terdapat kelembagaan yang mengelola
sumberdaya pesisir dan lautan (diluar lembaga pemerintahan) yaitu: Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Profesi (HNSI, MPN, Asosiasi Nelayan,
Kelompok Nelayan, Kelompok Pembudidaya), Koperasi, Tangkahan (TPI Swasta), dan
sebagainya.
Beberapa
kelemahan dalam kelembagaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut antara lain:
Pembangunan
wilayah pesisir belum menjadi prioritas
bagi lembaga pemerintahan dan LSM sehingga pembangunan wilayah pesisir masih
tertinggal dibanding wilayah lain.
· Kurangnya koordinasi dari instansi
terkait dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut .
· Masih lemahnya pemahaman tentang
hukum lingkungan, baik di tingkat aparatur maupun masyarakat.
· Pengusulan program pengelolaan
pesisir masih ego-sektoral.
· Koordinasi dan pengawasan dalam
penerbitan kegiatan perikanan belum berjalan dengan baik.
· Mekanisme perencanaan belum
dilaksanakan secara bottom-up.
· Sistem pembinaan profesi masyarakat
pesisir belum tepat.
· Data yang ditampilkan oleh instansi
terkait sehubungan dengan sumberdaya pesisir belum akurat.